BANKAI Vs. SANTAI
tapi entah kenapa, obrolan kami menjuru sampai tema perkawinan kakak salah satu dari kami.sebutsaja Syahra(Ps: nama asli sama saja mecemarkan nama baik keluarga). mula - mula Syahra hanya bercerita tentang kebiasaan kakaknya yang suka menirukan tokoh dalam Bleach(salah satu anime jepang-red). hingga menirukan gaya berubah salah satu tokoh Bleach, berubah Bankai(jurus Shinigami/dewa kematian, jika berubah kekuat Shinigami itu bertambah hingga 10-20kali lipat-red).
sedangkan istrinya menyukai musik dandut sejenis lagunya Rhoma Irama. kombinasi yang sangat yang klop(menurut kami). kakak Syahra terlalu banya menghayal. sampai - sampai Syahra pernah memergoki kakanya menitukan jurus Bankai milik Ichigo(tokoh Bleach-red), dengan memgang sapu lidi yang biasayang dipakai untuk menebas/membersihkan kasur. lalu istrinya yang menyukai lagunya Rhoma Irama sering menyanyi lagu 'Santai'.
kami membayangkan, bagaimana bisa mereka 'bersatu', dalam hal hobi, karena menurut kami hobi mereka nggak nyambung.
pada dasarnya, kami berempat memang suka berkhayal yang aneh - aneh. kami berfikir, bagaimana caranya hobi mereka dapat bersatu. tiba - tiba Syahra nyeletuk, "Ah, aku tau. Rhoma irama kalo nyanyi bukan satai yang dipakek tapi Bnkai. Gini aksinya", Katanya disela - sela kami berfikir (tak bermanfaat-red) "Jreng...jreng...jreng... Bankai.... Jreng...jreng... Bankai...", Nyanyinya sambil menituka ahsi Rhoma Irama di atas pangguang.
Kami berempat tertawa terbahak - bahak sampai perut sakit dan menahan air mata jatuh. pertahanan saya jebol. saya tertawa sambil menangis hingga perut tersa melilit."Aku juga tahu", Seru saya disela - sela tawa. "Waktu Ichigo mau pakek Bankai, yang dia omongin bukan Bnkai tapi SANTAI", Kata saya sambil menirukan tokoh Ichigo dalam Bleach saat memakai Bankai. saya memakai sapu kelas sebagai pengganti pedang sambil mengucap "Bankai".
hari ini kami melakikan senam perut dengan suksesnya. tak henti - hentinya kami tertawa hingga bel selesai istirahat selesai.
fenomena 'anak indigo'
1. Mempunyai kesadaran diri yg tinggi, terhubung dengan sumber (Tuhan).
2. Mengerti jika dirinya layak untuk berada di dunia.
3. Mempunyai pengertian yang jelas akan dirinya.
4. Tidak nyaman dengan disiplin dan cara yang otoriter tanpa alasan yang jelas.
5. Menolak mengikuti aturan atau petunjuk.
6. Tidak sabaran dan tidak suka bila harus menunggu.
7. Frustasi dengan sistem yang sifatnya ritual dan tidak kreatif.
8. Mereka punya cara yg lebih baik dlm menyelesaikan masalah.
9. Sebagian besar adalah orang yg menimbulkan rasa tidak nyaman.
10. Tidak bisa menerima hukuman yang tanpa alasan, selalu ingin alasan yang jelas.
11. Mudah bosan dengan tugas yg diberikan.
12. Kreatif.
13. Mudah teralihkan perhatiannya, bisa mengerjakan banyak hal bersamaan.
14. Menunjukan intuisi yang kuat.
15. Punya empati yang kuat terhadap sesama, atau tidak punya empati sama sekali.
16. Sangat berbakat dan rata-rata sangat pintar.
17. Saat kecil sering diidentifikasi menderita ADD / ADHD (Atenttion Defisit Disorder = susah konsentrasi) / ADHD (Attention Defisit and Hyperactive Disorder = hiperaktif).
18. Mempunyai visi dan cita-cita yang kuat.
19. Pandangan mata mereka terlihat, bijaksana, mendalam dan tua.
20. Mempunyai kesadaran spiritual atau mempunyai kemampuan psikis.
21. Mengekspresikan kemarahan dan mempunyai masalah dengan menahan amarah.
22. Membutuhkan dukungan untuk menemukan diri mereka.
23. Berada di dunia untuk merubah dunia, untuk membantu kita hidup dalam keharmonisan dan damai antara yg satu dengan yg lain dan meningkatkan getaran planet.
Karakteristik Indigo Dewasa
1. Mereka pintar walaupun tidak selalu berada di tingkatan paling atas.
2. Kreatif dan sangat menikmati menciptakan sesuatu.
3. Selalu ingin tahu kenapa, khususnya jika mereka disuruh melakukan sesuatu.
4. Muak akan pekerjaan yang banyak dan berulang-ulang di sekolah.
5. Pemberontak di sekolah, menolak mengerjakan tugas dll. atau ingin memberontak tapi tidak berani karena ada tekanan dari orang tua.
6. Punya masalah dengan keberadaan, seperti tidak diterima, atau terasing. Biasanya menimbulkan perasaan ingin bunuh diri, tapi tidak benar-benar melakukannnya.
7. Punya masalaha dengan amarah.
8. Tidak nyaman dengan politik karena merasa suara mereka tidak dihitung, dan tidak peduli dengan hasil yang keluar.
9. Frustasi dengan budaya Amerika tradisional.
10. Tidak terima bila hak-hak mereka diambil atau diinjak-injak.
11. Punya hasrat yang membara untuk merubah dunia, tapi kesulitan menemukan jalurnya.
12. Mempunyai ketertarikan akan hal spiritual dan kemampuan psikis saat usia muda.
13. Punya beberapa "Role model" Indigo.
14. Punya intuisi yang kuat.
15. Punya sifat atau jalan pikir yang tidak biasa, sulit fokus pada tugas, atau meloncat-loncat di tengah pembicaraan.
16. Pernah mengalami pengalaman spiritual, psikis dll.
17. Sensitif terhadap yg berhubungan dgn listrik.
18. Mempunyai kesadaran akan dimensi lain.
19. Secara seksual sangat ekspresif atau malah menolak seksualitas aga bisa mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
20. Mencari arti hidup mereka dan mengerti tentang dunia, mereka bisa mencarinya dengan melalui agama, buku dll.
21. Waktu mereka merasa diri mereka seimbang, mereka akan menjadi kuat, sehat, dan individu yang bahagia.
artikel ini saya dapaikan ketika saya sedang bermain di dunia maya. percaya tidak percaya, saya menjadi penasaran dengan hal itu. apa lagi berita dalam media elekronik akan kiamat saat tanggal 21 Desember 2012 membuat saya ngneri sendiri.
yang saya pikirkan dalam media tersebut mengatakan, setelah kiamat dunia ini akan dihuni oleh sebagian kecil manusia(yang termasuk anak indigo) yang mempunyai suatu kemampuan dan dapat bertahan hidup lebih lama. padahal, agama islam mengatakan setelah kiamat, dunia akan musnah dam para arwah akan tinggal di alam barzah.
sebuah tanda tanya bagi saya...
The Day For Heart
Sabtu, 14 Februari 2009
“Shysa, cepetan ke bawah. Sarapan…”
“Iya bu”
Aku bergegas keluar kamar. Gara – gara kejadian selama aku tak bisa tidur dan bangun kesiangan. Di dapur hanya ada Fahya dan ibu.
“Fahya? Jam berapa kamu nyampe rumahku?”
“Baru aja. Tadi aku ditawarin sarapan sama tante Tari, ya udah aku ngikut aja”
“Udah kalian jangan ngobrol terus, keburu siang. Nih nasi gorengnya”, Kata ibu.
“Mas Ardhi mana bu?”
“Tadi pagi waktu subuh mas mu keluar sama temennya, katanya mau lari pagi. Tapi sampek sekarang belum pulang. Nggak tau kemana.”
“Mas kamu pulang ya?”
“He-eh sama temennya.”
“Ooh”
Kami pun selesai sarapan dan segera berangkat. Sampai di depan rumah..
“Pagi adekku sayang…”, Sapa mas Ardhi sambil mencubit pipiku. “Pagi Fahya”
“Ihh… Apa – apaan sih? Bau tau.
“Pagi Shysa…”, Sapa Syeka.
“Eh”, Aku deg – degan lagi
“Gue berangkat dulu ya”, Pamitku cepat.
Saat di dalam bus
“Sa cowok tadi
“Iya…”, Jawabku ogah – ogahan.
“Kok ada di rumahmu? Dia ya teman kakak kamu. Ganteng banget.”
“Kamu suka?”
“Eh”,
“Ya udah… kasih aja cokelat mumpung sekarang valentine”
“Eh”, dia salah tingkah lagi. “Emh, betewe, kamu nggak diajakin jalan ama kak Adri? Sa… Kamu kok nggak jawab? Sa? Kamu ngelamunnya? SHYSA?!”
“Eh iya!”, Aku tersadar. Aduh kenapa aku mikirin Syeka? Apa aku suka sama dia? Tapi Fahya
“Shysa…”
“Eh iya?”
16.45, 14 Februari 2009
Sore itu aku dikejutkan dengan kedatangan kak Adri ke ruMah. Aku baru keluar dari kamar mandi, tiba – tiba saja Syeka muncul di hadapanku ketika aku membuka pintu kamar mandi.
“Tuh, ada cowok lo… mau kencan ya?”, Katanya tiba – tiba.
“Siapa?”
“Liat aja sendiri”, Nada suaranya tak suka dengan pertanyaanku.
Langsung saja aku pergi menuju ruang tamu.
“Kak Adri, ngapain kesini… aku
“Aku tau kamu bakalan nggak mau aku ajak tapi pliiiis… Beri aku satu kesempatan… yah”
“Ya udah aku siap – siap”, Kataku akhirnya.
“Lo cowoknya Shysa ya?”, Tanya Syeka yang sedari tadi menguping pembicaraan di belakang pintu kamar mandi, tak jauh dari ruang tamu.
“Nggak sih… Tapi mau! Do’ain yah…”
“Pede amat lo?”
“Eh kalian lagi ngomongin aku ya? Kok serius amat?”, Tanyaku. Aku hanya memakai T-shirt putih bergambar Inuyasha cubby, celana hitam panjang dan bando putih.
“Eh nggak kok, udah siap?”, Tanya kak Adri
“He-eh”
“Kita mau kemana?”, Tanya suara di sebelahku, Syeka
“Kita?”, Tanyaku dan kak Adri balik ke Syeka.
“Iya, tadi tante Tari nyuruh aku ngikut kalian, buat njagain kalian.”
“Emang kita mau ngapain?”
“Dari pada kalian nggak boleh jalan?”
“Ya udah deh, kita jalan bareng…”
“Tapi Sa?”, Kak Adri nggak terima
“Dari pada nggak boleh jalan ana ibu?”
Kami bertiga pun berangkat.
17.30, 14 Februari 2009
Kak Adri sedang mengantri tiket di boskop. Setelah dia dan Syeka adu mulut tentang film apa yang akan kami tonton, kak Adri ingin kami melihat film The soul of my heart, tentang cinta, dan si Syeka milih August Rush film tentang pencarian jati diri. Dan pastinya pemenangnya adalah si Syeka dengan senjata pamungkasnya “Kata tante Tari, Shysa nggak boleh liat film yang ada ciumannya, ntar gue aduin di tante Tari loh”. Kontan saja kak Adri ngalah.
Bioskop hari ini sangat ramai, karena hari ini adalah hari Valentine. Aku duduk di sisi pinggir kursi tunggu panjang. Syeka ada di samping ku, dia tak dapat tempat, karena penuh sesah, jadi dia hanya berdiri di sampingku.
“Hari ini rame banget ya”, Komentarnya. Aku hanya diam. “Mumpung si kakak kelas lo yang ngotot pengen jadi cowok lo lagi ngantri, mending ikut gue yuk.”, Aku melotot. Dia menarikku menjauh dari keramaian bioskop ke parkiran.
“Kita mau kemana nih?”, Tanyaku bingung.
“Udah diem aja”
“Tapi kak Adri masih…”, Tak ada jawaban. Malah Syeka makin kuat menarikku.
Hey, kenapa motor Syeka ada disini? Aku ingin menanyakan hal itu, tapi dia keburu menyalakan motornya dan menyodoriku helm.
“Pakek nih helmnya. Cepetan naik.”
Aku menurut saja. Dia mulai menjalankan moitor keluar dari parker bioskop menuju ke jalan raya. Masuk ke tol entah apa itu, kaca film helm yang ku pakai samar. Dia, melesat menembus malam bak Valentino Rossi balapan di sirkuit Tak berapa lama motor Syeka keluar
dari tol. Menuju ke jalan raya, ke jalan – jalan sempit sampai ke jalan setapak yang hanya bisa dilewati satu mobil saja. Syeka memperlambat laju motornya.
Alamak. Indah benar Pemandangannya. Hanya itu yang kuucapkan. Di sisi samping kananku terdapat laut yang membentang luas. Motor Syeka keluar dari jalan setapak menuju ke bawah. Dia menghentikannya. Aku turun.
“Ayo ikut gue”
Aku terus saja mengikutinya.
“Ka, maksud lo apa?”
“Ssstt. Ikut aja”
Mataku terbelalak, Syeka naik perahu motor.
“Ayo masuk!”
“Tapi”,Aku ragu – ragu.
Mata Syeka melotot, aku pun menurut. Dia mulai menjalankan perahu motornya. Perahu motor kami terombang - ambing terkena ombak. Sampai di tengah lautan, dia mematika perahu motornya.
“Sa, gue mau ngomong. Lo itu orang paling nyebelin yang pernah gue kenal tau nggak! Lo kira gue suka apa ketemu ama elo? Gara – gara elo, urusan gue jadi berantakan!”, Aku kaget. Kenapa dia marah – marah?
“Maksudnya apa?”, Aku bingung.
“Gara – gara lo nabrak gue di Swalayan, semua urusan gue ancur berantakan! Lo itu udah berantakin gue! Lo itu udah bikin gue hanpir mati!”
“Ta tapi”
“Nggak usah nyangkal! Lo itu udah bikin hati gue menderita…”, suara Syeka mulai melunak.”Lo udah bikin gue mati rasa gara – gara lo… gue… gue suka elo… Sa…”
“A-a-pa?”
“Sa, gue tau lo nggak bakalan nerima cinta gue, gue udah nggak tau lagi gimana ngomong ke elo…”
“Ka, sory”
“Udah nggak usah bilang ke gue, plis, biarin gue nyeselin kebodohan gue…”
“Ka, gue… sebenernya juga suka lo, tapi aku nggak bisa…”
“Kenapa?”
“Karena… karena temen gue ada yang syka sama elo… sory Ka, gue nggak bisa”, Aduh, kenapa aku ngomong ke Syeka?
“Jadi… Kita pulang!”
“Tapi?”
# # # #
Minggu, 15 Februari 2009
Kutahu aku telah mencintainya
sebelum cahaya merekah untuk pertama kalinya dalam kehidupanku.
Kutahu aku semakin mencintainya saat cahaya memancar indah,
memberi berbagai warna dalam kehidupanku.
Dan kutahu aku tetap mencintainya
walau kini cahaya tak lagi memberikan keajaiban warna dalam kehidupanku.
Bagiku, dialah cahaya abadi dalam labirin kegelapan
yang menyelimutiku kini.
Aku bangun kesiangan. Jam 9 pagi aku baru keluar kamar. Tadi malam kak Adri meneleponku ke rumah. Aku tak dirumah. ibu tak memarahiku. Mungkin karena aku pulang dengan Syeka. Kak Adri juga menelepon Hp-ku 12 kali. Sebelum aku tidur, Hp-ku kumatikan.
Yang kutahu, Syeka pamit pulang ke
Dia mulai menjauhi aku. Menjauh. Dan semakin menjauh. Aku memanggilnya. Dia hanya menoleh dan tersenym padaku.
Suara telephone mengagetkanku saat aku melamun sambil makan kue kumis kucing buatan ibu.
“Ibu ada telephone”, Tak ada jawaban. Mungkin ibu ke tetangga sebelah.
Kujawab teleponenya.
“Halo?”
“Apa ini kediaman Ardhi?”
“Ya”
“Kamu adiknya? Aku mau ngabarin temennya, Syeka tadi pagi kecelakaan dan sekarang sedang sekarat.”
“Apa?”
# # # #
Rabu, 18 Februari 2009
God,
This is the las time that I say this words.
These things I’ll never say again.
These things I’ll forget.
These things I’ll never regret.
These things I’ll not mind.
I love him more than I can say.
Mataku sembam. Pandanganku kosong. Dua hari yang lalu pemakaman Syeka. Sudah 3 hari aku bolos sekolah. Aku hanya berdiam diri di kamar. Aku tak sanggup makan. Aku menyesal. Aku merasa, aku telah siap dipanggil Yang Maha Kuasa. Setiap hari aku selalu dibujuk ibu untuk makan. Aku tak punya daya. Hanya diam.
“Sa, boleh mas masuk?”, Aku tak menjawab. Mas Ardhi “Kamu menyesal dengan kematian Syeka? Kalo aku boleh cerita, sebenarnya Syeka udah suka sama kamu mulai ketemu kamu. Waktu ayah kita ninggalin kita, Syeka udah kenal kamu. Tapi kamu tak tahu. Syeka adalah anak om Arwan, adik istri ayah. Kamu masih ingat, waktu kamu nangisi ayah waktu perceraian ibu selesai di pengadilan? Kamu pernah dikasih sapu tangan bercorak biru sama anak cowok
Sa, mas minta, kamu jangan ngelupain dia ya.”, Mas Ardhi membelai rambutku “Mas keluar ya?”
Mas Ardhi menutup pintu kamarku. Radio di kamarku tiba – tiba menyala. Terdengar lagu Hening-nya Samsons di radio
Andaikan kusanggup untuk
Memutar kembali waktu
Tak pernah sekejap pun
Kualihkan engkau dari perhatianmu
Selama, hidupku
hanyalah dirimu yang sanggup
menempati ruang- ruang hidupku.
“Yak pendenngar setia Ramadana FM gue bakalan muterin lagunya Andra and the backbone yang ditujukan buat Shysa dari Syeka yang ada di jauuuuhhh
Hp-ku berbunyi.
Syeka calling
“Halo?”
“Sa, ini gue, lo pasti lagi dengerin radio
“Udah. Thanks yah”
“Sama – sama. Dengerin lagu pesenan gue yah”
Sambungan terputus.
Kurebahkan tubuhku di kasur. Lama kelamaan mataku tertutup dialuni oleh lagu Tak Ada Yang Bisa milik Andra and the Backbone.
Saat kupejamkan kedua mataku.
Dan kubanyangkan disampingmu.
Rasakan slalu hangatnya pelukmu itu.
Dan ku genggam lembut kedua tanganmu.
Seakan takut kehilanganmu.
Kuingin selalu, hatimu untukku
Tak ada yang bisa, menggantikan dirimu.
Tak ada yang bisa, membuat diriku jauh darimu.
Dan ku genggam lembut kedua tanganmu.
Seakan takut kehilanganmu.
Kuingin selalu, hatimu untukku
Tak ada yang bisa, menggantikan dirimu.
Tak ada yang bisa, membuat diriku jauh darimu
Tak ada yang bisa, menggantikan cintamu.
Tak ada yang bisa, membuat diriku jauh darimu
END
The Day For Heart
I’m falling like rain.
For everything about you.
I find myself chained…
Thinking I’m coming loose…
It’s everything about you…
Hujan mengguyur kota Malang hari itu. Aku terjebak dalam keramaian swalayan kota setempat. Peluh membanjiri tengguk dan leherku. Panas banget sih, padahal di luar ujan. Mending tadi aku nggak mau nganterin Fahya beli cokelat. Mana rame lagi. Nyesel aku. Gerutuku dalam hati. Sedangkan Fahya asyik – asyikan memilih cokelat yang akan diberikannya besok untuk seseorang yang dia tak tahu siapa orang yang akan diberinya.
“Fah, cepetan dong, aku pusing nih liat banyak orang.”, Seruku pada Fahya yang sedang memilih cokelat.
“ Bentar napa sih Sa… Nggak sabaran baget sih…”, Jawabnya masih menimbang – nimbang mana cokelatb yang akan dibelinya. “Mending kamu muter – muter dulu aja deh… Ke tempat buku kek, tau aja ada komik yang kamu suka”
“Ya udah aku pergi dulu yah.”, Jawabku akhirnya.
Aku segera kabur dari tempat yang pengap itu, bilik etalase penuh cokelat, dengan berdesak – desakan dengan pengunjung yang lain. Akhirnya aku bebas darinya. Aku heran, kenapa setiap tanggal 14 februari harus dirayain dengan membeli cokelat untuk kekasih atau orang kita sanyang? Toh kita bisa memberinya sewaktu – waktu. Huh, bangsa ini memang telah menganut faham kapitalis. Kenapa kalau hari raya orang - orang makan opor ayam, kalau sewaktu – waktu kita bisa makan itu, tak perlu menunggu hari raya bukan? Kenapa juga meniup terompet harus di tanggal 1 Januari? Toh kita bisa meniupnya tiap hari, 8 Agustus misalnya, tak ada yang melarang kan?
Aku tiba di bagian buku – buku, sepi sekali. Tak seperti di tempat cokelat – cokelat tadi Sesegera mungkin aku menuju bilik etalase komik dan novel. Ku lihat satu persatu deretan buku yang ada di sana. Yes , ada komik Bleach no. 36 dan novel karya novelis favoritku, aku langsung membawanya di kasir. Saat aku masih asyik melihat deretan buku psikologis sambil berjalan, tiba – tiba aku terantuk sesuatu dan…
“Bug-gedhabuk..”
“Aduohhhh…”, Rintik ku.
“Eh. Kamu nggak papa?”, Tanya seseorang yang tadi ku timpahi.
Jangan tanya wajahku seperti apa. Aku sangat malu.
Sejenak aku tertegun melihat orang yang aku tindih, matanya bening sejernih air. Alisnya tajam, dahinya ada sedikit kerutan. Bibirnya tipis, andai aja bisa menyentuhnya. Ah ngomong apa sih aku?
“Eh turun dong! Kamu kira aku kasur apa main tindih aja.”, Aku tersentak. Segera aku bangun dari posisi menindihi cowok itu.
“Sory… Aku nggak sengaja…”
“Makanya kalo jalan pakek mata, jangan pakek dengkul!” Katanya ketus dan berlalu dari ku.
Huh dasar cowok egois nggak punya perasaan! Aku segera ke kasir dan dan menemui Fahya.
# # # #
“Shysa… lama amat sih di sana? Ngapain aja? Jangan – jangan kamu nemuin cowok cakep lagi…”, Jeritan itu yang menyambutku ketika aku sampai di depan kasir.
“Boro – boro liat cowok cakep. Kesandung kaki orang iya! Mana orangnya sengak lagi. Udah ah yuk kita pulang. Udah capek nih, awas ya kalo besok aku nggak jadi di traktir. Udah di anter belanja juga…”
“Iya cerewet! Yuk pulang ah.. ujannya udah reda”
Aku dab Fahya berjalan menuju pelataran parker sambil berbincang – bincang seputar kejadian yang kami alami di swalayan tadi.
` “Beneran Sa? Enak bener kamu bisa nindihin tu cowok…”
“Nindihan pala lo peyang? Aku kesandung tau, malu nih…”
“Cakep nggak?”
“Cakep sih cakep, tapi sengaknya minta ampun. Bikin aku ilfil tau”
“Nah ya kan… makanya kamu lama banget di sana… Eh Sa awas minggir…!”
“Tin – tin…”, Bunyi klakson motor yang ada di belakangku.
Aku tersungkir lagi.. Kalau tadi ada cowok yang menjadi tumpuanku. Kali ini mau tak mau aku harus mencium tanah. Fahya menghampiriku.
“Sa kamu nggak papa?”
“ Uh.. Nggak… Nggak papa..”
“Eh.. sori aku nggak sengaja… Kamu nggak papa?”, Suara seseorang di belakangku.
Suara itu… sepertinya aku pernah mendengarnya, tapi dimana? Aku beranjak bangun dan segera balik badan.
“Kamu beneran nggak pa… Loh? Kamu kan yang ada di tempat buku tadi, yang nindih aku tadi kan?”, Suara cowok itu lagi.
Aku tersadar. “Ihh balas dendam ya lo?”
“Ye, gue nggak sengaja. Lagian lo-nya yang di tengah jalan. Sory deh. Kalo gitu kita impas kan. Oke gue pulang dulu… Dah…” Sungutnya naik ke motornya dan pergi.
“DASAR SENGAK!”, Teriakku
“Sa, kamu, kenal ya sama dia?”, Tanya Fahya yang sedari tadi diam saja.
“Najiz banget sampe aku bisa kenal dia. Emang kamu kenal? Kalo perlu aku minta alamat rumahnya, biar aku labrak dia, udah bikin aku lecet – lecet, berdarah lagi.”
“Kamu sih komik aja yang diurusin… Masak cowok cute kayak dia sampe dilewatin” “So what? Udah ah yuk kita pulang.”
# # # #
Look at the bright stars in the sky.
They’re sparkling their light.
Making a dark night fade away.
Just like face appears in my night.
Aku tidur – tiduran di ballkon kamar. Menikmati malam valentine bersama komik – komik yang ku pinjam di rental buku dekat rumah, ditemani dengan segelas susu cokelat dan kripik kentang kesukaanku. Malam ini langit penu bintang. Tak terselimuti mendung seperti tadi sore. Tapi, sepertinya ada yang beda, hatiku terasa gelisah. Bukan karena esok hari valentine. Aku tak pernah memikirkan apakah aku besok mendapatkan cokelat, boneka atau sejenisnya. Setiap tahun ada saja yang memberiku cokelat dan barang – barang yang lain. Tapi aku tak pernah menghiraukannya.
Semua anak bilang aku cantik. Tapi aku tak percaya. Banyak yang ingin menjadi pacarku. Tapi aku tak mau. Bukannya aku sombong, aku hanya ingin hidupku damai. Tanpa ada pertikaian antara aku dan pacar. Aku letih dengan kehidupanku. Aku trauma dengan nasip yang ,menimpa ibuku. Aku tak ingin mengambil keputusan yang salah, dan ujung – ujungnya broken heart. Aku anak broken home. Aku mempunyai kakak laki – laki yang juga sama seperti aku. Tak pernah berpacaran karena takut dikhianati. Aku benci ayahku yang telah menyia – nyiakan ibuku. Aku sedih. Sedih dengan keadaan ibuku, setiap hari beliau harus bekerja di kantor mulai pagi sampai malam. Meski ayah selalu mengirimi kami uang untuk menunjang kebutuhan hidup. Tapi uang itu hanya cukup untuk aku sekolah dan kakakku yang kuliah. Biaya kuliah kakakku semakin tahun semakin mahal. Sekarang saja kakak harus membayar biaya praktek di rumah sakit, ya, kakak masuk ujrusan kedokteran umum di Surabaya. Aku berjanji pada hatiku, jika aku kuliah nanti, aku akan mencari uang untuk biaya kuliahku sendiri, mungkin aku tak akan masuk jurusan yang memerlukan biaya yang banyak.
Ku tutup komik yang ku baca. Menikmati suara janngkrik yang mengalun indah. Tiba – tiba Hp-ku berbunyi. ada telephone. Dari kak Adri, kakak kelasku di sekolah.
“Halo, ada apa kak? Tumben kok telephone aku?”, Jawabku
“Nggak ada apa – apa, aku Cuma pengen telephone kamu aja. Kangen sih…” Katanya. Aku hanya terdiam. Kak Adri memang terang – terangan menyukaiku, tapi aku tak menghiraukannya. “Kamu lagi nggapain?” Lanjutnya, karena tak ada jawaban dariku.
“Aku lagi baca komik nih, kakak sendiri lagi apa?”
“Nggak lagi ngapa – ngapain, makanya aku telephone kamu.”
“Oh… Jadi kalo lagi nggak ada kerjaan aja telephone aku?” Candaku.
“Ya nggak lah… Emang aku setega itu ama kamu? Emh, besok kamu ada acara nggak?”
“Ada”, Jawabku. Tak ada jawaban dari seberang. “Emang kenapa kak? Aku ada acara sama komik – komik dan novelku… tau kan maksudku apa? Memangnya ada apa sih?”
Aku mendengar helaan nafas dari kak Adri. “Aku kira kamu udah diajak ama cowok lain… aku pengen ngajak kamu nonton… mau nggak?”
“Emh, liat ntarnya aja deh…”, Kau pasti tau apa jawabnya kalo aku bilang gitu. Nggak.
“Loh kenapa? Kamu nggak suka ya aku ajak?”
“Bukan gitu, aku belum bisa mastiin aku bisa apa nggak…”
“Dipikirin lagi ya?”
“Iya”
“Ya udah aku tutup ya…”
Sambungan terputus. Kuhelakan nafas panjang. Perasaan bersalah menyelimutiku. Seperti inilah jika aku selalu menolak ajakkan orang yang ingin mengajakku jalan. Kak Adri orangnya baik, selalu membantuku jika aku dalam kesulitan. Aku bertemu dengannya sekitar satu setengah tahun yang lalu. Saat aku baru menginjakkan kaki di SMU 2 Malang. Dia salah satu panitia MOS.
“Shysa sayang… tolong dong buka pintunya. Ibu lagi bikin kue nih…”, Teriak ibuku dari lantai bawah.
“Iya bu…”, Aku segera turun kebawah dan membuka pintu rumah.
Ckrek…
“Ma’af apa ini rumah Ard… Loh lo kan yang tadi sore?”, Kata cowok yang tadi sore 2 kali tabrakan denganku.
“Lo ngapain ke Rumah gue? Bikin masalah lagi?”, Balasku.
“Lo adeknya Ardhi ya? Gue mau nginep di rumah lo.”, Jawabnya enteng.
“Enak aja lo! Emang rumah gue hotel?”
“Siapa sayang?”, Tanya ibu di dalam dapur.
“Orang gila bu”, Jawabku sekenanya.
“Enak aja gue di bilang orang gila.”, Sahut cowok itu.
“Sayang ada telephone tuh… angkat dong. Ibu masih repot nih”
“Iya bu.”
“Tunggu bentar, gue mau terima telephone.”
Aku segera pergi menuju tempat telephone.
“Halo, sapa nih?”
“Weeees… galak amat adek gue… ini gue kakak lo…”
“Eh elo. Kapan pulang?”
“Nih gue lagi diperjalanan. Paling 1 setengah jam lagi udah nyampek. Eh, temen gue udah dateng belum?”
“Temen lo yang sengak itu? Udah dateng. Katanya mau nginep di sini. Lo dapet temen dari mana sih? Dari bonbin Surabaya ya?”
“Jangan galak dong adekku sayang. Suruh masuk ke dalam ya, anter ke kamar gue. Pliiiis”
“Iya – iya. Udah yah. Tagihan mahal nih.”
“Oke. Gue tutup yang… dah adek…”
Heran deh, dari mana mas Ardhi dapet temen kayak gitu? Aku menuju ke depan lagi. Cowok itu masih di depan pintu, menyandar di daun pintu rumah. Sekias tampak keren. Ih mikir apa sih aku?
“Lo boleh nginep sini, tapi kalo tadi kakak gue nggak mohon – mohon ke gue, lo bakalan tidur di luar sampe kakak gue nyampe rumah. Dan jangan macem – macem. Ngerti lo?”
“Iya cerewet…”
Dia segera mengikutiku.
“Siapa sayang?”, Tanya ibu ketika kami akan menaiki tangga.
“Tante Tari, apa kabar tante?”
“Eh nak Syeka, kapan dateng? Baik- baik”
“Loh, ibu udah kenal sama dia?”
“Iya, ibu kenalnya dulu waktu ibu jenguk mas mu di tempat kos sana. Nak Syeka dulu sering bantu mas Ardhi di Surabaya. Dulu nak Syeka juga pernah nginap disini, tapi waktu itu kamu lagi kemah penutupan Mos 3 hari. Ya kan nak Syeka?”
“Iya tante, ma’af merepotkan, tadi saya sedang ngurus tanah peninggalan kakek saya di batu, dan kemaleman, saya belum dapet penginapan. Eh Ardhi nawarin saya nginap disini. Nggak ngerepotin kan tante?”, Jawabnya sopan.
“Tentu aja nggak dong Nak Syeka, Nak syeka kan udah saya anggep saudara sendiri. Anggap aja ini balasan untuk nak Syeka yang sudah membantu Ardhi.”
“Makasih tante.”
“Sa, anter nak Syeka ke kamar masmu ya, udah jam setengah sembilan, pasti Nak Syeka kelelahan”
“Ya bu.”, Jawabku patuh
“Nak Syeka sudah makan? Tante bikin kue kering tu di dapur.”
“Terima kasih tante sebelumnya saya tadi sore sudah makan di warung.”
“Nanti kalo nak Syeka pengen ambil aja di Dapur, tempatnya ada di toples meja makan.”
“Iya.”
# # # #
Sudah jam sebelas. Pasti mas Ardhi sudah sampai. Setelah mengantarkan Syeka aku langsung tidur di kamar. Aku lupa makan malem dan sekarang aku laper. Ke dapur ah… tadi kata ibu ada kue kering di toples meja makan. Lumayan buat ganjal perut.
Aku segera turun dan menuju ke dapur. Di dapur tak ada siapa – siapa. Jelas saja, sekarang hampir tengah malam. Ku buka kulkas dapur dan minum air dingin.
“Hei lo ngapain malem – malem di dapur?”
Sebuah suara mengagetkanku. Aku tersedak.
“Ughuk…ughuk… Ngapain sih ngagetin gue aja?”, Semprotku pada Syeka.
“Kamu laper ya? Nggak baik loh anak cewek makan tengah malem.”, Katanya sambil nenyandar di sisi kiri kulkas.
“Apa urusan lo?”, Kata sambil duduk di kursi meja makan dan mencoba membuka toples isi kue kering tersebut. Setelah susah payah ku buka, akhirnya terbuka juga. Segera ku makan kue kering itu. Syeka ikut duduk di kursi meja makan. Kami berhadapan.
“Enak ya kue buatan tante Tari?”
“Ya iyalah, nyokap gue gitu loh”
Aku dan dia terus menganbil kue itu. Tangan kami saling bersentukan ketika mengambil kue. Seketika itu juga detak jantung ku meningkat tajam.
Dag-dig-dug.
“Eh sory”, Kata kami bebarengan.
“Aku masuk kamar dulu yah”, Kataku cepat. Aku meninggalkan dapur tergesa – gesa.
Apa – apaan sih aku ini? Kenapa deg – degan?
Aku segera melupakan pikiran itu dan tidur.
# # # #