Abby terpuruk dalam diam. Meresapi segala kesedihan yang ada. Kenyataan yang pahit tentang dirinya. Tangisannya tenggelam dalam derasnya hujan. Melarutkan segala sakit hatinya. Mengalir diatas tanah pemakaman, tanah merah yang menyimpan sejuta kenangan tentang dirinya dan ibunya.
Dia tetap terisak dalam aliran hujan. Menyesali semua yang telah ia lakukan. Bentakan itu, pukulan itu, omelan itu, masih terekam jelas dalam memory otaknya. Segalanya tentang ibu dan dirinya. Saat ibunya marah, memukulnya, dan yang terakhir mengusirnya.
Darma, suami yang baru 2 bulan mendampingi hidupnya, menghampiri dan memeluknya.
“Itu sudah takdir”, Hanya kalimat itu yang terucap dari mulut Darma.
Abby masih terus berlutut di depan nisan bertuliskan ‘RIANTI ANARITA’, ibunya. Yang terakhir terlihat, dia mulai memeluk batu nisan ibunya, hingga ia jatuh pingsan.
****
Tiga jam yang lalu, Abby masih ceria. Setelah turun dari mobilnya, dai dan sumainya langsung menuju ke gang dekat warung kopi. Para penduduk heran dengan kedatangannya. Seorang model yang sedang naik daun dan dikabarkan telah menikah dengan anak dari pengusaha modeling tempatnya bekerja 2 bulan lalu.
Abby terus saja melangkahkan kakinya sambil menggandeng tangan suaminya sambil tersenyum jika bertatap muka dengan orang.
“Nanti kalo aku diusir ibu lagi, mas yang tanggung jawab loh. Aku kan udah bilang kalo ibuku itu gak bener. Dia dulu suka mukulin aku. Oh ya kira – kira keadaan ibu gimana ya? Apa masih kerja kayak dulu?”
Darma hanya mengangkat tanyanya tanda tak tau.
“Kita cuman ngeliat kan? Nyerahin uang ini terus kita pergi. Aku masih takut kalo dipukul lagi… gak usah ngajak dia pindah ke rumah kita ya?”, Dipandangnya suaminya yang masih bergeming. “Mas Darma ngomong dong!”
“Iya sayang. Kita langsung pulang”, Jawab suaminya singkat.
Tak teresa mereka telah sampai di depan rumah bercat pink biru yang sudah mengelupas. Warna yang sama sejak ditinggalnya 3 tahun yang lalu.
“Permisi”, Ucap Abby sambil mengetuk pintu usang itu. Lama sekali, tak ada jawaban. Saat Abby akan mengetuk lagi, pintu tiba – tiba terbuka.
“Ya, cari siapa ya?”, Jawab orang yang membukakan pintu.
“Bi… Bi Yanti! Bi ini Abby bi!”, Sapa Abby girang.
“Abby, ini bener – bener kamu?”, Yanti histeris dan langsung memeluk Abby. “Ini suami mu? Kamu ngetop ya By sekarang… bibi kangen sama kamu”, Ucapnya setelah melepas pelukan.
“Iya bi ini Darma suamiku. Ngomong – ngomong, ibu mana?”
“Ibumu… emh, duduk dulu By, aku ambilkan minum dulu ya? Ayo duduk.”
Abby dan suaminya duduk dalam dia sambil menunggu kedatangan Bi Yanti dari dapur.
“Sayang, ada yang aneh.”, Kata Damar tiba – tiba.
“Aneh apa?”, Tanya Abby bingung
“Maaf ya menungu lama… ini silahkan diminum”, Bi Yanti datang dan langsung menghidangkan teh.
“Ibu mana sih bi? Kok gak keliatan? Apa masih kayak yang dulu? Masih main – main sama laki - laki?”, Tanya Abby lagi
“Abby, jangan ngomong itu.” Yanti memberi jeda, seakan menguatkan jiwanya untuk berkata kembali “Bibi gak kuat ngomong sebenarnya sama kamu, mending kamu baca surat yang ditulis ibumu”, Jawab Yanti sambil menyerahkan surat lusuh itu.
Abby segera membuka surat itu. Semula, wajahnya berkerut tanda tak mengerti, tapi setelah membaca beberapa saat, butiran air mata Abby mulai menetes dan membanjiri pipinya. Sedang Yanti sudah menangis dalam diam.
“Apa maksudnya ini bi? Apa?”, Abby histeris.
“Maaf, aku gak bisa jaga ibumu Abby, surat itu ditulis seminggu sebelum ibumu meninggal dua tahun yang lalu sebelum kamu ngetop By, maaf…”
Damar langsung merebut surat itu dan mulai membacanya.
Abby anakku.
Maafkan aku jika aku tak pernah membuatmu senang. Aku hanya bisa memukulimu disaat aku marah. Maaf Abby, aku tak bisa membuatmu tersenyum dan selalu saja membentakmu dengan kata – kata kotor. Kau tau sendiri kan ibumu ini memang orang yang kotor?
Saat kamu tak ada aku selalu uring – uringan mencarimu. Walau tak ada hasilnya. Yang ada malah dibohongi laki – laki yang katanya ingin membantu aku menemukanmu. Aku disuruhnya dengan paksa melayani teman – temannya tanpa harus dibayar.
Aku khilaf telah mengusirmu malam itu. Pasti kau menyimpan rasa sakit hati itu sampai hati yang terdalam.
Aku memang pelacur Abby, tapi aku juga ingin menjadi ibu, ibu yang baik untukmu, tapi aku merasa tak pantas menjadi ibumu. Dan akupun memukulimu Karena aku tak tau bagaiman cara mengekspresikan kasih sayang itu. Aku hanya tau bagaimana cara membelai laki – laki hidung belang saja.
Kau tau, aku tak mengerti kenapa aku memungutmu dari bawah jembatan saat usiamu 6 tahun. Tapi aku merasa, kau adalah malaikat kecilku yang akan menemani hidupku yang sepi ini. Makanya kau kupanggil Abby, Abby artinya malaikat.
Malaikat kecilku.
Aku ingin memberitahumu, aku tejangkit penyakit. HIV. Karena aku sering bermain dengan laki – laki.
Sebelum aku mati karena penyakit yang menggerogoti tubuhku ini, aku ingin mengucapkan bahwa AKU SANGAT SAYANG PADAMU. Mungkin aku sangat terlambat mengatakannya, tapi aku benar - benar sangat mencintai dan menyayangimu dari lubuk hati. Maafkan ibu Abby, hanya bisa mengatakannya lewat surat.
Maafkan aku Abby…
NB: Sejahat apapun ibu kita, dia tetap manusia terbaik yang pernah diciptakan Allah SWT. meski ia bukan ibu sebenarnya, tapi wanita manapun pasti memiliki sifat keibuan.
0 komentar:
Posting Komentar